MERETAS BELENGGU HIPNOTIS DIRI SEBAGAI "PECUNDANG"

Hasil gambar

Mempelajari hipnosis itu mudah.. Mudah sekali.. Orang sering salah terka bahwa tantangan utamanya adalah bagaimana melakukannya dalam praktek. Padahal prinsipnya mudah sekali.
Di kelas NLP Master hari Minggu kemarin, saya mengajarkan sebuah teknik hipnosis secara implisit. Peserta saya itu seorang wanita karir yang sama sekali belum pernah mengetahui tentang hipnosis. Ia saya minta untuk mengamati pada saat saya memeragakannya di depan kelas. Dengan metode NLP Modelling ia mampu menirukannya dan kemudian membuat panduannya sendiri yang ternyata persis dengan apa yang saya mau hanya dalam waktu 15 menit. Piece of Cake!
Justru tantangan utama dan selalu saya ingatkan kepada peserta pelatihan hipnosis saya adalah bagaimana menyadari dan melepaskan belenggu hipnotis diri. Itu! Sepanjang sejarah kehidupan kita masing-masing, kita terhipnotis oleh buku-buku yang kita baca, oleh kepercayaan-kepercayaan yang ditularkan kepada kita, oleh media, oleh televisi, oleh sosok-sosok penting dalam kehidupan kita yang bahkan mereka seringkali tidak sungguh-sungguh memahami apa yang mereka ucapkan atau tularkan.
"Kamu ini anak ngga berguna!"
"Ngga usah mimpi jadi orang."
"Bapakmu pecundang."
"Kakek dan nenekmu cuma jadi kacung."
"Masih bisa hidup aja udah syukur!"
Seorang anak yang sengaja atau tidak terus dijejali kata-kata seperti itu akan melukis dirinya secara sadar atau tidak sebagai sosok seperti itu.

Prescott Lecky, seorang dosen di Universitas Columbia, pernah melakukan riset yang kemudian hasilnya ia publikasikan sebagai Teori Konsistensi. Ia berteori bahwa kita ini menyematkan pada diri kita masing-masing sebuah label. Segala bentuk ide, perilaku, tindakan, dan pemikiran yang tidak konsisten dengan label tersebut akan kita tolak atau abaikan secara sengaja atau tidak. Kita cenderung mensabotase segala hal yang tidak konsisten dengan label tersebut.
Mr. Lecky berkesempatan menguji teorinya melalui berbagai eksperimen. Seorang anak yang tidak mampu mengeja dan divonis mengalami gangguan disleksia setelah melalui pendampingan untuk meluruhkan label tersebut ternyata mampu lulus dengan predikat sangat memuaskan dan menjadi ahli bahasa di sekolahnya. Masalahnya bukan karena anak itu bodoh atau tidak berbakat namun label negatif tersebut telah dipahat dalam-dalam di dinding sanubarinya. Ada lompatan pemikiran dan "judgement" yang mengandung logical fallacy. Bagaimana sebuah kegagalan yang bersifat faktual diasumsikan jauh melebihi apa yang seharusnya sehingga mengkerucut menjadi sebuah label yang bersifat opini.
Saya mengenal orang-orang dekat di sekitar saya yang pendidikannya tidak tinggi tetapi memiliki label yang patut saya tiru. Sebaliknya ada orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi dan berasal dari kalangan mampu tetapi melabeli dirinya sendiri sebagai sontoloyo.. sighh
Itulah tantangan terbesarnya. Label apa yang kamu sematkan atau tak sengaja tersemat di dalam relung-relung sanubarimu yang terdalam? Bagaimana melepas belenggu hipnotis diri? Mempelajari hipnosis bukan melulu tentang bagaimana melakukan "sesuatu" kepada orang lain tetapi jauh melampaui itu; Bagaimana mengelola diri dan pikiran yang nakal itu.
Experto crede!
#Sidney P

Postingan populer dari blog ini

Tipe - tipe Pembelajar : Analogi Gelas

MENEMUKAN HARTA KARUN PUSAKA TERPENDAM

"FISIOGNOMI CINA (BENTUK WAJAH BERDASARKAN 5 ELEMEN)"