SETTING BRAND DULU ATAU SETTING BISNIS DULU?

Poster diatas ini sering kali diterjemahkan pada pertanyaan klasik diatas. Tentukan Brand dulu atau bikin bisnis dulu. Mayoritas yang terjadi dilapangan memang bikin bisnis dulu baru bikin brand belakangan.

Saya jadi teringat sepenggal pembicaraan saya saat menyusun Brand Value dari Indomie, Supermie, Sarimie dan Pop Mie dengan ibu Eva Riyanti Hutapea thn 2001, yang saat itu masih menjabat sebagai CEO Indofood. Saat itu kami berdua berdiskusi akan hal yang menurut beliau sangat strategis dan sangat rahasia saat itu.

Setelah melalui diskusi Panjang, tersusunlah brand DNA masing2 brand. Brand DNA Indomie adalah Indonesiana, dalam pengertian Indomie hanya boleh memproduksi bumbu berbasis kuliner asli Indonesia.

Brand DNA Supermie adalah Aseana, dalam pengertian Supermie hanya boleh memproduksi bumbu berbasis kuliner negara2 Asean (tidak termasuk Indonesia.

Brand DNA Sarimie adalah ‘Kenyang’, dalam pengertian Sarimie boleh memproduksi bumbu berbasis kuliner asli Indonesia maupun Aseana dalam ukuran jumbo atau double.

Brand DNA Pop Mie adalah ‘Traveling’, dalam pengertian Popomie boleh memproduksi bumbu berbasis kuliner asli Indonesia ataupun Aseana untuk traveling.

Nah, saat itu bu Eva berkomentar “Wah, seharusnya kita bahas ini sebelum bisnisnya kita buat ya pak Bi. Jadi kita tidak perlu membuang asset dari masing2 produk yang sudah kita invest”. Bu Eva benar sekali.

Ingat kan teman2 bagaimana Danone harus ‘membuang’ alias menjual bisnis biskuitnya karena harus kembali kepada Company Value sebagai perusahaan minuman? Dan membeli Sari Husada untuk memperkuat corporate valuenya?

Jadi tentukan dulu value bisnis anda alias Brand DNA dan Core Value. Baru bisnisnya di buat belakangan. Atau beli saja perusahaan yang memperkuat corporate value anda.

Selamat mencoba.

#subiakto priosoedarsono

 Praktisi Branding 48 tahun yg sudah terbukti membesarkan brand Kopiko, Indomie, McDonald's, Kartu As, Paspor BCA dll.