Jual Beli Dua Harga Bolehkah ???
Pertanyaan 1 :
Apa
pendapatmu pada transaksi jual beli mobil :
Jika dibeli secara tunai harganya 10.000 riyal (sekitar 25 juta rupiah), namun
jika dibeli secara kredit 12.000 riyal sebagaimana yang berlaku saat ini di
berbagai dealer mobil?
Jawaban:
Jika seseorang membeli mobil atau selainnya dari orang lain, misalnya dengan harga 10.000 riyal secara tunai atau 12.000 riyal -secara kredit- kemudian berpisah dari majelis akad, tanpa ada kesepakatan dari dua akad tadi (mau tunai ataukah kredit), maka jual beli semacam ini tidak diperbolehkan karena adanya ketidakjelasan harga yang dipilih dan tidak ada kejelasan tunai ataukah kredit. Kebanyakan ulama beralasan dengan hadits yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli 2 harga dalam satu jual beli.
Jika seseorang membeli mobil atau selainnya dari orang lain, misalnya dengan harga 10.000 riyal secara tunai atau 12.000 riyal -secara kredit- kemudian berpisah dari majelis akad, tanpa ada kesepakatan dari dua akad tadi (mau tunai ataukah kredit), maka jual beli semacam ini tidak diperbolehkan karena adanya ketidakjelasan harga yang dipilih dan tidak ada kejelasan tunai ataukah kredit. Kebanyakan ulama beralasan dengan hadits yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli 2 harga dalam satu jual beli.
Larangan
jual beli dua harga dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, beliau mengatakan,
نَهَى رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ
Rasululullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang dua transaksi jual beli dalam satu
transaksi jual beli. (HR. Ahmad 9834, Nasai 4649, dan dihasankan Syuaib
al-Arnauth).
Dalam
riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَاعَ
بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أَوِ الرِّبَا
Siapa
yang melakukan 2 transaksi dalam satu transaksi maka dia hanya boleh
mendapatkan kebalikannya (yang paling tidak menguntungkan) atau riba. (HR. Abu Daud 3463, Ibnu Hibban 4974
dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Namun jika telah disepakati oleh orang yang melakukan akad sebelum berpisah dari majelis akad antara dua harga tadi (yaitu dibeli secara tunai ataukah kredit), lalu setelah itu mereka berdua berpisah setelah menentukan dua harga tersebut, maka jual beli semacam ini sah, karena harga dan waktu pembayaran telah ditentukan.
Pertanyaan 2 :
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya membuka kios pupuk. Modal untuk 1
karung pupuk adalah Rp70.000,00 s.d. Rp115.000,00. Dalam 1 karung pupuk (dengan
pembelian kontan) saya mendapatkan keuntungan Rp1.500 ,00 s.d. Rp6.500,00.
Mayoritas transaksi dalam perdagangan kami adalah sistem kontan. Namun, ada
sebagian kecil petani menginginkan sistem bayar panen, artinya mereka ambil
dahulu pupuknya kemudian bayarnya setelah mereka panen (tempo 3-4 bulan).
Yang ingin saya tanyakan, bolehkah bagi saya untuk menerapkan sistem dua harga??? Misalnya , bila bayar panen (tempo) harga sekian, yang tentu saja harga tempo lebih besar daripada harga kontan, karena bila kami menerapkan harga sama maka (dalam perhitungan bisnis) jelas kami merugi. Mohon solusi dan jawabnnya, Ustad..
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarakatuh.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarakatuh.
Jual Beli Dua Harga
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluaga, dan sahabatnya.
Bapak
Tri Widodo, semoga Allah memberkahi usaha bapak dan menjaga bapak dan keluarga
bapak.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa
para ulama berbeda pendapat tentang hukum menjual barang dengan dua harga,
kontan sekian kredit sekian. Akan tetapi, pendapat yang paling kuat dalam
masalah ini ialah pendapat yang membolehkannya. Kesimpulan ini berdasarkan
kepada beberapa alasan berikut:
Dalil pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya.” (Q.S.
al-Baqoroh: 282)
Ayat
ini adalah salah satu dalil yang menghalalkan adanya praktik hutang piutang,
sedangkan akad kredit adalah salah satu bentuk htuang, maka dengan keumuman
ayat ini menjadi dasar dibolehkannya perkreditan.
Dalil kedua: Hadits riwayat Aisyah,
“Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang
Yahudi dengan pembayaran terhutang, dan beliau menggadaikan perisai beliau
kepadanya.” (HR. Al-Bukhori: 1990 dan MuslimL 1603)
Pada
hadits ini, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membeli
bahan makanan dengan pembayaran terhutang, dan sebagai jaminannya, beliau
menggadaikan perisainya. Dengan demikian, hadits ini menjadi dasar
dibolehkannya jual beli dengan pembayaran terhutang, dan perkreditan adalah
salah satu bentuk jual beli dengan pembayaran terhutang.
Dalil ketiga: hadits Abdullah bin Amr bin al-Ash:
“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahku untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kami tidak memiliki tunggangan dengan pembayaran tertunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amr (bin al-Ash) pun atas perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membeli setiap ekor unta dengan harga dua ekor unta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya pernaikan zakat.” (HR. Ahmad 2/171, Abu Dawud: 3359, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil: 1258)
“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahku untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kami tidak memiliki tunggangan dengan pembayaran tertunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amr (bin al-Ash) pun atas perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membeli setiap ekor unta dengan harga dua ekor unta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya pernaikan zakat.” (HR. Ahmad 2/171, Abu Dawud: 3359, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil: 1258)
Pada
kisah ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan
kepada sahabat Abdulloh bin Amr bin al-Ash untuk membeli setiap ekor unta
dengan harga dua ekor unta secara pembayaran terhutang. Sudah dapat ditebak
bahwa beliau tidak akan rela denagn harga yang begitu mahal (200%) bila beliau
membeli dengan pembayaran tunai. Dengan demikian, pada kisah ini, telah terjadi
penambahan harga barnag karena pembayaran yang tertunda (terhutang).
Dalil keempat: Keumuman hadits salam (jual beli
dengan pemesanan)
Di antara bentuk perniagaan yang diizinkan syari’at adalah dengan cara salam, yaitu memesan barang dengan pembayaran di muka (kontan). Transaksi ini adalah kebalikan dari transaksi kredit. Ketika menjelaskan hukum transaksi ini, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mensyaratkan agar harga barang tidak berubah dari pembelian dengan penyerahan barang langsung. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya bersabda,
Di antara bentuk perniagaan yang diizinkan syari’at adalah dengan cara salam, yaitu memesan barang dengan pembayaran di muka (kontan). Transaksi ini adalah kebalikan dari transaksi kredit. Ketika menjelaskan hukum transaksi ini, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mensyaratkan agar harga barang tidak berubah dari pembelian dengan penyerahan barang langsung. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya bersabda,
“Barang siapa yang membeli dengan cara
memesan (salam), hendaknya ia memesan dalam takaran yang jelas, timbangan yang
jelas, dan hingga batas waktu yang jelas pula.” (HR. Al-Bukhari: 2124 dan Muslim
1604).
Pemahaman dari empat dalil di atas dan
juga lainnya selaras dengan kaidah dalam ilmu fiqih, yang menyatakan bahwa
hukum asal setiap perniagaan adalah halal. Berdasarkan kaidah ini, para ulama
menyatakan bahwa selama tidak ada dalil yang shohih dan tega yang mengharamkan
suatu bentuk perniagaan, maka perniagaan tersebut boleh atau halal dilakukan.
Bila Anda bertanya perihal sabda Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam berikut,
“Barang siapa yang menjual dua
penjualan dalam satu penjualan maka ia hanya dibenarkan mengambil harga yang
paling kecil kalau tidak maka ia telah teratuh ke dalam riba.” (HR. Abu Dawud: 3463).
Maka ketahuilah bahwa penafsirannya
yang paling tepat ialah apa yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dan lainnya,
bahwa makna hadits ini adalah larangan berjual beli dengan cara inah. Jual beli
inah ialah seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran
dihutang, kemudian seusai barang diserahkan, segera penjual membeli kembali
barang tersebut dengan pembayaran kontan dan harga yang lebih murah.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi
04 Tahun ke-10 Muharram 1431 H/2010